Renungan Harian 29 Juni Dari Buku:
Nas: Efesus 1
Selama tahun 1860 hingga 1865, bangsa kita digoncangkan oleh konflik sipil yang mengerikan yang akhirnya menelan korban ratusan ribu jiwa, baik kaum Utara maupun Selatan. Rasa sakit dan penderitaannya menantang imajinasi. Hampir tidak ada sebuah keluarga yang tidak disentuh oleh kematian. Dalam beberapa kasus, keturunan mendatang sebuah keluarga benar-benar telah habis. Seorang ibu di North Carolina kehilangan seluruh enam putranya di dalam pertempuran.
Hasil dari kesesakan yang sedemikian seringkali mendatangkan suatu perasaan kerapuhan manusia dan kebutuhan akan Allah. Demikianlah yang terjadi dengan ribuan orang di kedua belah pihak pasukan yang akhirnya memiliki hubungan yang penting dengan Yesus Kristus, yang seringkali terjadi hanya untuk waktu yang singkat saja sebelum tersentuh oleh kekekalan. Orang-orang lainnya kembali ke rumah dengan cacat yang parah dan menderita sakit yang parah yang melanda seluruh kamp-kamp dan penjara-penjara.
Penduduk-penduduk di rumah menjadi begitu tergoncang ketika mereka melihat pemuda-pemuda terbaik mereka, berduyun-duyun pulang ke komunitas mereka terluka dan sakit, nampak lebih tua melampaui umur mereka karena ngerinya perang. Gereja-gereja menjadi tempat ketenangan rohani dan, dalam beberapa contoh, gereja menjadi tempat kebangkitan rohani sebagai hasil langsung dari pergoncangan sipil yang parah ini. Di tengah-tengah kekacauan ini, Adoniram Judson Gordon ditahbiskan dalam pelayanan Injil pada tanggal 29 Agustus 1863, dan menjadi gembala di Jamaica Plain, Massachusetts.”¹
Namanya, Adoniram Judson, digenapi bagaikan nubuatan, karena kelahiran kembalinya menyalakan sebuah semangat kembali ke Alkitab yang meresap dalam seluruh wilayah hidup dan pelayanannya. Sebelumnya kita telah mencatat bahwa ia terlibat aktif dengan penginjil besar Dwight L. Moody dan kampanye-kampanye penginjilan Moody, sebagaimana ia juga menjadi seorang pemenang jiwa yang aktif dalam pelayanannya sendiri di Gereja Baptis Clarendon Street di Boston.
Semangat kembali kepada Alkitab ini meresap dalam tulisan Gordon juga. Penanya menghasilkan banyak himne dan buku-buku yang menekankan kebutuhan kuasa Roh Kudus bagi orang Kristen untuk bersaksi dan melayani bagi kemuliaan Yesus Kristus. Dalam pendahuluan bukunya In Christ, Gordon memberikan kita beberapa pengertian akan hati dan pelayanannya.
Hidup masih milik Allah, tetapi ia memiliki ketergantungan baru ini “di dalam Kristus.” “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus.” Kewajiban untuk bekerja tetap tidak berubah, tetapi sebuah motivasi baru dan sebuah kekudusan yang baru melekat padanya karena hubungannya dengan Kristus. “Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” Hubungan pernikahan dibubuhi dengan tanda tangan baru ini, “Hanya di dalam Tuhan.” Ketaatan sebagai anak ditinggikan menjadi hubungan langsung dengan Anak Allah. “Anak-anak, patuhilah orangtuamu di dalam Tuhan.”
Hidup sehari-hari menjadi “hidupmu yang saleh dalam Kristus.” Sukacita dan dukacita, kemenangan dan penderitaan, semuanya ada di dalam Kristus. Bahkan kebenaran, seolah membutuhkan sebuah baptisan segar, diamati mulai dari sekarang hingga seterusnya sebagai “nyata dalam Yesus.” Kematian tetap ada, tetapi sengatnya telah dipatahkan dan dimahkotai dengan ucapan bahagia, karena berada di dalam Kristus. “Berbahagialah orang-orang mati yang mati di dalam Tuhan.”²
Membaca hasil karya Gordon tidak hanya menunjukkan pemikiran dan kerohanian yang dalam yang memberikan ciri dalam kehidupannya, tetapi juga membangkitkan latihan rohani dan intelektual yang menguntungkan pembacanya. Semua tulisan Gordon mungkin tidak selalu sejalan dengan penafsiran kita, tetapi karya-karyanya membangkitkan sebuah pemeriksaan yang dalam akan kesimpulan kita untuk melihat jika kesimpulan kita benar.
EWT
____
¹ Norman Wade Cox, ed., Encyclopedia of Southern Baptists (Nashville: Broadman Press, 1958), 1:570-71.
² A. J. Gordon, In Christ (New York: Fleming H. Revell Co., 1880), hal. 12.
—————————————-
Renungan Tambahan DR. SUHENTO LIAUW:
1. Perang saudara di AS, dan semua perang di berbagai belahan dunia, biasanya mengagetkan orang. Terlebih Perang Dunia I & II, yang menelan sekitar 100 juta manusia, meninggalkan bekas goresan yang mengagah di hati manusia. Orang-orang mencari Tuhan, ketika menyaksikan kengerian kematian. Renungan ini ditulis tgl 29 Juni 2020, ketika dunia dilanda pandemi virus dan banyak kematian. Orang tersentak dan mereka mencari Tuhan. Tetapi tanpa gereja lokal yang alkitabiah dimanakah mereka bisa dapatkan kebenaran yang alkitabiah?
2. Dua hal diperlukan oleh manusia yang mau pergi ke Sorga. Pertama, hati yang tulus yang merindukan jalan ke Sorga. Kedua, pengajaran tentang jalan lurus ke Sorga yang sungguh alkitabiah. Tanpa hati yang rindu masuk Sorga, pengajaran tentang jalan ke Sorga tak ada gunanya. Dan dengan hanya memiliki hati yang tulus tanpa pengajaran jalan ke Sorga yang alkitabiah manusia itu juga tidak bisa sampai ke Sorga. Camkanlah.
3. A. J. Gordon melayani di tengah-tengah perang saudara. Pelayan yang setia akan melaksanakan tugas dengan setia di zaman apapun Tuhan tempatkan mereka. GBIA GRAPHE hadir di masa Covid-19, di zaman internet dan medsos. Kami berjuang untuk setia dan penuh tanggung jawab, ibarat petugas mercusuar, lampu harus tetap menyala walau badai terdahsyat sedang melanda. Jika Anda bingung tentang sebuah topik kekristenan, ketahuilah, kami akan memberitahu Anda jawabannya dari ayat-ayat Alkitab.