Renungan Harian 9 Juli
Nas: Kisah Para Rasul 16:9-10
Joseph Betchell Biney, anak ketiga dari keluarga yang lumayan kaya, dilahirkan di Boston pada bulan Desember 1807. Dilahirkan dari orangtua yang memiliki kesehatan sangat baik, bayi ini tampak sehat dan kuat sampai akhir tahun pertamanya, ketika Joseph menderita batuk rejan yang menyesakkan. Penyembuhannya berjalan sangat lambat, dan pengaruhnya bertahan sepanjang umur Joseph. Joshua Binney, ayah Joseph, adalah seorang pebisnis yang sangat berhasil. Tetapi, ketika Joseph berusia sepuluh tahun, ayahnya menandatangani sepucuk surat jaminan untuk kepentingan seorang rekan bisnis.
Dalam waktu satu tahun ternyata rekan bisnis ini tidak dapat memenuhi kewajibannya, dan hal ini membuat ayah Joseph jatuh miskin. Merasa tidak sanggup menghadapi sahabat-sahabatnya, Joshua Binney meninggalkan keluarganya, dan istrinya berusaha keras untuk menjaga keutuhan keluarga. Ketika Joseph berusia sekitar dua belas tahun, ibunya meninggal dunia. Ayahnya pulang kembali ke rumah, dan nenek Joseph pindah ke rumah itu untuk membantu keluarga itu. Joseph G. Binney diselamatkan ketika ia berusia dua puluh tahun, dan ia menulis, “Sekitar sebulan setelah pertobatanku, aku menjadi anggota jemaat Park Street Church (aliran Kongregasional), dan sekitar waktu yang sama, mulai mengikuti suatu kursus pendidikan untuk menjadi seorang Misionaris Mancanegara.”¹
Meneruskan keinginan itu, J. G. Binney memasuki Yale College, dan di tengah-tengah masa studinya, ia diundang untuk berdebat dengan pokok bahasan mengenai “baptisan”. Seperti kebanyakan orang yang mempraktikkan baptisan bayi, setelah menyelidiki topik ini dengan saksama, Binney muda menjadi yakin bahwa hanya baptisan selam bagi orang percaya yang diajarkan di dalam Alkitab. Ia dibaptis pada tahun 1830, dan bergabung dengan sebuah gereja Baptis. Tidak lama kemudian ia memperoleh lisensi untuk berkhotbah. Sesudah menjadi seorang Baptis, ia mendaftarkan diri di Newton Theological Seminary.
Namun, sebelum ia menyelesaikan studinya, kesehatannya terganggu. Ia merasa khawatir bahwa ia tidak akan pernah dapat melayani dalam suatu pelayanan. Ternyata Tuhan membuka pintu sebuah pelayanan penggembalaan kecil, di mana ia dapat belajar dan beristirahat, sehingga kesehatannya dipulihkan. Jemaat itu membangun sebuah gedung besar yang baru, dan Joseph Binney ditahbiskan. Pada tahun 1833, ia menikah dengan Miss Juliette Pattison. Kerasnya musim-musim dingin di New England menyulitkan Binney secara fisik. Oleh karena itu, pada tahun 1837 ia menerima panggilan menjadi gembala di Savannah, Georgia, dan tetap tinggal di sana sampai tahun 1843. Jemaat mengalami kemajuan luar biasa, dan mereka terdorong melakukan misi ke mancanegara.
Kebutuhan yang semakin berkembang ”untuk membangun dan membuka sebuah sekolah untuk melatih pelayanan pribumi di antara suku Karen” di Myanmar (dahulu disebut Birma atau Burma-pen), mendorong The Triennial Convention untuk meminta bantuan Dr. Binney.”² Bagi Binney, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan, dan keluarga Binney meninggalkan Amerika pada bulan November 1843. Pada bulan Mei 1845 dibukalah sebuah sekolah di Maulmain, Myanmar, dengan tigabelas siswa dewasa, semuanya adalah mantan penyembah berhala yang sudah bertobat dan menjadi orang percaya.
Sesudah menjalani lima tahun yang meletihkan, kesehatan Ny. Binney memburuk, sehingga pasangan ini terpaksa kembali ke Amerika Serikat. Dr. Binney kembali menggembalakan jemaat untuk suatu periode waktu yang singkat dan kemudian diundang untuk menerima jabatan kepresidenan dari Columbian College. Selama ia memegang jabatan itu, hatinya tetap ada di Myanmar. Dengan demikian ia mengundurkan diri dan kembali menjadi seorang misionaris dan berlayar menuju Myanmar pada tahun 1859. Sekolah yang didirikannya sekarang dipindahkan ke Rangoon (Yangon-pen) dan dibuka dengan delapan puluh murid. Dr. Binney dan istrinya terlibat dalam semua pelayanan, yaitu berkhotbah, menerjemahkan, dan menerbitkan buku.
Kekuatannya melemah, dan pada tahun 1875, ia terpaksa meninggalkan Myanmar lagi. Selama bercuti, kesehatannya membaik, dan ia mulai berkhotbah kembali dan segera menerima penawaran untuk menggembalakan di Savannah, Georgia. Ia menerima tawaran itu, tetapi hatinya tetap terpaut di Myanmar. Pada tanggal 9 Juli 1877, ia mengundurkan diri dari jemaatnya, supaya dapat kembali ke cinta pertamanya. Pasangan Binney ini kemudian kembali berlayar ke Myanmar pada musim gugur tahun 1877.
Ia meninggal dunia di dalam perjalanan itu pada tanggal 26 November dan dimakamkan di tengah Samudera Hindia. Dr. Binney sangat terkemuka sebagai seorang pengkhotbah dan guru, namun hatinya yang mengasihi orang-orang penyembah berhala membawanya pada posisi yang jauh lebih tinggi di atas rekan sejawatnya serta membuat kita bersukacita pada hari ini dalam mengenang pejuang Tuhan Yesus Kristus yang terkasih ini.
DLC
____
¹ Ny. J. G. Binney, Twenty-Six Years in Burma (Philadelphia: American Baptist Publication Society, 1880), hal. 31.
² William Cathcart, The Baptist Encyclopedia, ed. Louis H. Everts (Philadelphia: Louis H. Everts, 1881), 1:100.
————————————-
Renungan Tambahan DR. SUHENTO LIAUW:
1. Sama sekali tidak benar bahkan sesat untuk mengatakan bahwa jumlah orang yang akan masuk Sorga telah Allah tetapkan jumlahnya. Sesungguhnya Tuhan mau orang yang sudah percaya mengasihi mereka yang terhilang dan berusaha memberitakan Injil kepada merdeka seperti Dr. Binney. Semakin banyak orang mendengarkan Injil akan semakin banyak orang yang mungkin bisa diselamatkan. Calvinisme adalah theologi dari iblis yang dimunculkan untuk menahan laju pemberitaan Injil.
2. J. B. Binney, Seorang dari kaum Congregationalis, Puritan yang mau memurnikan gereja Inggris, namun tidak pernah murni, mengapa? Karena mereka tertahan pada topik yang sangat utama yaitu membaptis bukan atas orang yang sudah percaya melainkan yang belum percaya dan yang masih bayi. Tetapi puji Tuhan karena Binney sangat cinta kebenaran dan berani bayar harga untuk kebenaran. Dia pindah ke gereja yang lebih benar.
3. Tekad Dr. Biney untuk menjadi seorang misionari sangat luar biasa. Ulang-ulang terhalang oleh kesehatan, namun ulang-ulang pergi lagi setelah sehat kembali. Iblis pasti pusing dan tak tahan menghadapi orang demikian. Tuhan mencari orang demikian sebagai pelayanNya, yang bertekad melayaniNya hingga maut menjemputnya ke Sorga.